Sabtu, 03 Desember 2011

TEORI KOGNITIF J.PIAGET

TEORI KOGNITIF  J. PIAGET
A.  Latar Belakang
Tuhan telah menciptakan bumi ini dengan penuh kesempurnaan, dilengkapi dengan isinya yang disebut Makhluk, yaitu berupa benda mati maupun benda hidup (hewan, tumbuh-tumbuhan dan manusia). Manusia adalah makhluk Tuhan paling unik dan sempurna jika dibandingkan dengan mahluk yang lain, karena manusia dilengkapi dengan kerangka tubuh yang sangat indah serta mempunyai panca indra dan akal. Ada tiga unsur pokok pada diri manusia yaitu Afektif, Psikomotorik dan Kognitif. Maka dengan ketiga unsur tersebut manusia bisa tumbuh dan berkembang, mulai sejak dalam janin hingga lahir kedunia. Kelahiran manusia di dunia ini secara umum mengalami masa perkembangan antara lain; masa kanak-kanak, remaja dan masa dewasa/tua. Perkembangan ini harus diimbangi dengan memperhatikan pertumbuhan/perkembangan secara kognitif yang sempurna. Begitu penting masalah perkembangan kognitif, maka banyak beberapa ilmuan yang selalu memperhatikan dan mampu menelorkan ilmunya, diantara salah satu ilmuan besar yang sangat proaktif dalam masalah perkembangan Kognitif adalah Jean Piaget.
Kognitif adalah proses yang terjadi secara internal di dalam pusat susunan saraf pada waktu manusia sedang berfikir. Istilah kognitif mulai banyak dikemukakan ketika teori J. Piaget banyak ditulis dan dibicarakan, yakni sekitar permulaan tahun 60-an. Pengertian kognisi sendiri meliputi aspek-aspek struktur intelek yang dipergunakan untuk mengetahui sesuatu. Piaget mengemukakan bahwsanya perkembangan kognitif  bukan hanya hasil kematangan organisme, atau pengaruh lingkungan saja, melainkan interaksi antara keduanya. Dalam pandangannya organism aktif mengadakan hubungan dengan lingkungan. Perbuatan atau penyesuain diri terhadap obyek-obyek yang ada di lingkungannya, yang merupakan bagian dari proses interaksi yang dinamis. Sebagai fungsi mental yang berhubungan dengan proses mengetahui, proses kognitif meliputi aspek-aspek persepsi, ingatan, pikiran, simbol, penalaran, dan pemecahan persoalan. Dalam psikolinguistik, kognitif  bahasa  adalah salah satu bagian objek kajian materialnya, karena bahasa merupakan perwujudan fungsi-fungsi kognitif.[1]
B.  Rumusan Masalah
Dari adanya latar belakang di atas, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa rumusan masalah yang akan dibahas antara lain :
1.      Bagaimana Konsep dasar perkembangan teori dari J. Piaget ?.
2.      Bagaimana Tahapan-tahapan perkembangan kognitif menurut J. Piaget ?.
3.      Bagaimana Implementasi Teori J. Piaget dalam pembelajaran ?.
C.  Pembahasan
1.    Konsep dasar teori  J. Piaget
Sebagai seorang yang memperoleh pendidikan dasar dalam bidang pengetahuan eksekta, yakni biologi, piaget banyak terpengaruh oleh bidang yang digelutinya, ia tertarik pada perbuatan-perubahan kualitatif dari perkembangan mental sejak lahir sampai dewasa.
Tahapan pekembangan yang dicapai seoarang anak relative tidak sama, tetapi urutannya selalu tetap. Adanya perbedaan dalam waktu seorang anak mencapai suatu tahap perkembangan tertentu, sebab piaget tidak terlalu memperhatikan penahapan atas umur, inilah sebabnya uraianya mengenai umur terkesan kurang ajeg. Adanya perubahan-perubahan kualitatif ini disebabkan oleh faktor-faktor biologis. Piaget melihat adanya sistem yang mengatur dari sudut biologi, sehingga organism mempunyai sistem pencernaan, peredaran darah, pernapasan, dan lain-lain. Hal ini juga terjadi pada sistem kognisi, sistem yang mengatur di dalam yang kemudian dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan. Sistem mengatur yang menetap terdapat sepanjang perkembangan seseorang.
v  Perkembangan kognitif dengan demikian mempunyai 4 aspek, yakni :
1)      Kematangan.
Kematangan ini merupakan perkembangan dari susunan saraf. Misalnya: kemampuan melihat atau mendengan disebabkan oleh kematangan yang sudah dicapai oleh susunan syaraf yang bersangkutan.
2)      Pengalaman.
Yaitu hubungan timbal balik  antara organisme dengan lingkungannya, dengan dunianya.
3)      Transmisi sosial.
Yakni pengaruh-pengaruh yang diperoleh dalam hubunganya dengan lingkungan sosial, misalnya cara pengasuh dan pendidikan dari orang lain yang diberikan kepada anak.
4)      Ekuilibrasi.
Yaitu adanya kemampuan yang mengatur dalam diri anak agar ia selalu mampu mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya.
Ø  Sistem yang mengatur dikemukakan oleh Piaget ada 2 faktor yakni :
1.      Skema.
Pada setiap tingkah laku yang diperlihatkan ada pola teratur yang melatarbelakangi tingkah laku tersebut. Ketika dilahirkan seorang bayi mempunyai banyak skema. Skema-skema ini tersusun menjadi skema yang majemukan dan lebih tinggi tingkatanya. Contoh seorang anak akan mengepalkan telapak tangan jika pada telapak tangannya diletakkan sebuah benda. Pada saat itu anak melihat benda yang ada di telepak tangannya. Di sini ada 2 skema yakni skema untuk mengepal tangan dan skema untuk melihat.
2.      Adaptasi.
Kognisi mempunyai fungsi adaptif, yakni fungsi penyesuaian terhadap lingkungannya, yang bersangkutan dengan tujuan dan perjuangan hidup. Karena bersangkutan dengan perjuangan hidup, maka mudah dimengerti bahwa dalam adaptasi dibutuhkan fungsi-fungsi kognitif agar bisa berlangsung dengan sebaik-baiknya. Adaptasi dibagi dalam 2 proses yang saling mengisi antara lain :
a.       Asimilasi.
Piaget mengemukakan. Asimilasi adalah integrasi antara elemen-elemen dari luar terhadap struktur yang sudah lengkap pada organisme. Asimilasi kognitif terjadi melalui peristiwa yang sama. Contoh : sebuah boneka diletakkan di depan seorang bayi, maka bayi tersebut akan coba mengartikan boneka tersebut dengan skema-skema yang sudah dimilikinya, yakni meraih boneka, memegangnya, melihatnya dan mungkin menggoyang-goyangnya. Bayi mengasimilasikan boneka tersebut. Peristiwa ini terjadi melalui aksi-aksi yang dilakukan bayi. Bagi piaget, aksi-aksi ini menjadi landasan dari kemampuan mengasimilasikan atau mengetahui benda-benda di luar dirinya.
b.      Akomodasi
Jika pada asimilasi terjadi perubahan pada objek, maka pada akomodasi, terjadi perubahan pada subjeknya agar ia dapat menyesuaikan terhadap objek yang ada di luar dirinya. Struktur kognitif yang sudah ada dalam diri seseorang mengalami perubahan supaya sesuai dengan rangsangan-rangsangan dari objeknya.
Asimilasi dan akomodasi terjadi secara bersama-sama dan saling mengisi, setiap kali anak menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Kegiatan mengasimilasikan dan mengakomodasikan juga berbeda-beda tingkatan perkembangannya. Semakin berkembang kearah kematangan, semakin lebih banyak akomodasi terjadi. Asimilasi terjadi ketika individu menggabungkan informasi baru ke dalam pengetahuan mereka yang sudah ada. Sedangkan akomodasi adalah terjadi ketika individu menyesuaikan diri dengan informasi baru. Misalnya: Seorang anak 7 tahun dihadapkan dengan palu dan paku untuk memasang gambar di dinding. Ia mengetahui dari pengamatan bahwa palu adalah obyek yang harus dipegang dan diayunkan untuk memukul paku. Dengan mengenal kedua benda ini, ia menyesuaikan pemikirannya dengan pemikiran yang sudah ada (asimilasi). Akan tetapi karena palu terlalu berat dan ia mengayunkannya dengan keras maka paku tersebut bengkok, sehingga ia kemudian mengatur tekanan pukulannya. Penyesuaian kemampuan untuk sedikit mengubah konsep disebut akomodasi.
Piaget mengemukakan bahwa setiap organism yang mau mengadakan penyesuaian (adaptasi) dengan lingkungannya, harus mencapai keseimbangan (ekuilibrium) yakni antara aktivitas organism terhadap lingkungan dan antara lingkungan terhadap organism. Agar terjadi ekuilibrasi antara dirinya dengan lingkungan, maka peristiwa-peristiwa asimilasi dan akomodasi harus terjadi secara terpadu, bersama-sama,dan komplementer. Ekuilibrasi terjadi dalam perkembangan dan mempunyai dasar biologis untuk menyesuaikan diri, serta menjadi dasar bagi perkembangan kognitif. Dalam keadaan sebenarnya ekuilibrasi ini praktis tidak pernah tercapai dan perkembangan kognitif juga tidak akan berhenti.
Peristiwa asimilasi akan terus berlangsung, dari yang satu kepada yang lain, oleh piaget ini disebut dengan asimilasi fungsional. Bilamana suatu struktur kognitif telah terbentuk dengan dasar asimilasi hal ini akan diteruskan dengan asimilasi lain yang berfungsi dengan sendirinya. Pada diri anak tejadi peristiwa-peristiwa mengasimilasikan, mengakomodasikan, mencapai keseimbangan untuk sementara waktu, karena terjadi asimilasi yang fungsional, demikian perkembangan kognitif berlangsung terus untuk mencapai tingkatan-tingkatan yang lebih tinggi.
Menurut piaget perkembangan kognitif dengan konsep ini terjadi pada semua tahapan perkembangan kognitif. Berdasarkan keterangan ini dapat dilihat adanya hukum-hukum yang berlaku umum dalam perkembangan yang dapat diterapkan dalam perkembangan kognitif pada semua tahap perkembangan.[2]
2.    Tahap-tahap perkembangan oleh J Piaget
Jean Piaget membagi skema yang digunakan anak untuk memahami dunia melalui empat periode utama yang berkorelasi dengan bertambahnya usia manusia. Adapun tahapan-tahapan perkembangan kognitif sebagai berikut :
a.       Periode Sensori Motorik (Usia 0-2 Tahun).
Menurut Jean Piaget bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui deferensiasi refleks bawaan tersebut seperti menggenggam atau mengisap. Tahapan ini menandai perkembangan dan pemahaman spatial, terbagi dalam enam periode :
1)      Refleks (umur 0-1 bulan). Pada periode ini, tingkah laku bayi kebanyak bersifat refleks, spontan, tidak disengaja, dan tidak terbedakan. Tindakan seorang bayi didasarkan pada adanya rangsangan dari luar yang ditanggapi secara refleks.
2)      Kebiasaan (umur 1-4 bulan). Pada periode ini seorang bayi mulai membedakan benda-benda di dekatnya. Ia mulai mengadakan diferensiasi akan macam-macam benda yang dipegangnya. Pada periode ini pula, koordinasi tindakan bayi mulai berkembang dengan penggunaan mata dan telinga. Bayi mulai mengikuti benda yang bergerak dengan matanya. Ia juga mulai menggerakkan kepala ke sumber suara yang ia dengar. Suara dan penglihatan bekerja bersama.
3)      Reproduksi Kejadian yang menarik (umur 4-8 bulan). Pada periode ini, seorang bayi mulai menjamah dan memanipulasi objek apapun yang ada di sekitarnya. Tingkah laku bayi semakin berorientasi pada objek dan kejadian di luar tubuhnya sendiri. Seorang bayi juga menciptakan kembali kejadian-kejadian yang menarik baginya.
4)      Koordinasi Skemata (umur 8–12 bulan). Pada periode ini, seorang bayi mulai membedakan antara sarana dan hasil tindakannya. Ia sudah mulai menggunakan sarana untuk mencapai suatu hasil. Seorang bayi mulai membentuk konsep tentang tetapnya (permanensi) suatu benda. Dari kenyataan bahwa dari seorang bayi dapat mencari benda yang tersembunyi, tampak bahwa ini mulai mempunyai konsep tentang ruang.
5)      Eksperimen (umur 12 – 18 bulan). Unsur pokok pada perode ini adalah mulainya anak memperkembangkan cara-cara baru untuk mencapai tujuan dengan cara mencoba-coba (eksperimen) bila dihadapkan pada suatu persoalan yang tidak dipecahkan dengan skema yang ada, anak akan mulai mecoba-coba dengan Trial and Error untuk menemukan cara yang baru guna memecahkan persoalan tersebut atau dengan kata lain ia mencoba mengembangkan skema yang baru. Pada periode ini, anak lebih mengamati benda-benda disekitarnya dan mengamati bagaimana benda-benda di sekitarnya bertingkah laku dalam situasi yang baru. Menurut Piaget, tingkah anak ini menjadi intelegensi sewaktu ia menemukan kemampuan untuk memecahkan persoalan yang baru. Pada periode ini pula, konsep anak akan benda mulai maju dan lengkap. Tentang keruangan anak mulai mempertimbangkan organisasi perpindahan benda-benda  secara menyeluruh bila benda-benda itu dapat dilihat secara serentak.
6)      Periode Refresentasi (umur 18 – 24 bulan). Periode ini seorang anak sudah mulai dapat menemukan cara-cara baru yang tidak hanya berdasarkan rabaan fisis dan eksternal, tetap juga dengan koordinasi internal dalam gambarannya. Secara mental, seorang anak mulai dapat menggambarkan suatu benda dan kejadian, dan dapat menyelesaikan suatu persoalan dengan gambaran tersebut. Konsep benda pada tahap ini sudah maju, refresentasi ini membiarkan anak untuk mencari dan menemukan objek-objek yang tersembunyi. Sedangkan konsep keruangan, anak mulai sadar akan gerakan suatu benda sehingga dapat mencarinya secara masuk akal bila benda itu tidak kelihatan lagi.[3]
b.      Tahapan Praoprasional (Usia 2-7 Tahun).
Pemikiran praoperasi dalam teori piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah oprasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini anak belajar menggunakan dan mempersentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata pemikirannya masih bersifat egosentris, anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain dan anak masih menggunakan penalaran intruktif bukan logis. Anak dapat mengaitkan pengalaman yang ada di lingkungan bermainnya dengan pengalaman pribadinya, dan karenanya ia menjadi egois. Anak tidak rela bila barang miliknya dipegang oleh orang lain. Tahap pra operasional ini dapat dibedakan atas dua bagian. Pertama, tahap pra konseptual (2-4 tahun), dimana representasi suatu objek dinyatakan dengan bahasa, gambar dan permainan khayalan. Kedua, tahap intuitif (4-7 tahun). Pada tahap ini representasi suatu objek didasarkan pada persepsi pengalaman sendiri, tidak kepada penalaran. [4]
c.       Tahapan Oprasional Kongkrit (Usia 7-11 Tahun).
Ciri dari tahapan ini berupa penggunan logika yang yang memadai. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah :
1)      Pengurutan; kemampuan untuk mengurutkan objek menurut ukuran bentuk atau ciri lainnya, contohnya bila di beri benda, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke benda yang paling kecil.
2)      Klasifikasi; kemampuan untuk memberi nama dan mengedentifikasikan serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya atau karakteristik lain termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya kedalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berujpa animesme dan anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan.
3)      Decentering ; anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bias memecahkannya.
4)      Reversilibity ; anak mulai memahami bahwa jumlah atau bendsa-benda dapat diubah, kemudian kembali keadaan awal. Untuk itu seorang anak  dapat dengan cepat menentukan bahwa 4 + 4 = 8. 8 – 4 = 4 jumlah sebelumnya.
5)      Konservasi ; memahami bahwa kuantitas, panjang atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek/benda-benda tersebut.
6)      Penghilangan sifat egosentris ;kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saaat orang tersebut berpikair dengan cara yang salah.
d.      Tahapan Operasional Formal (Usia 11 Sampai Dewasa).
Tahapan ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik dalam tahapan ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Seseorang anak sudah dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis dan nilai. [5]
Ø  Perkembangan kognitif piaget, secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut :
Tahap
Masa
Umur
Kekhususan
        I.             
Sensori-motor
0-2,0 th.
Perkembangan skema melalui reflex-refleks untuk mengetahui dinianya. Mencapai kemampuan dalam mempersepsikan ketetapan dalam objek.
     II.             
Pra-operasional
2-7 th
Penggunaan symbol dan penyusunan tanggapan internal, misalnya dalam permainan, berbahasa, dan peniruan.
   III.             
Konkrit-operasional
7-11 th
Mencapai kemampuan untuk berfikir secara sistematik terhadap hal-hal atau objek-objek yang konkrit. Mencapai kemampuan mengkonservasikan.
  IV.             
Formal-operasional
11- dewasa
Mencapai kemampuan untuk berfikir secara sistematik terhadap hal-hal atau objek-objek yang abstrak dan hipotesis.[6]

v  Keempat tahapan di atas memiliki ciri sebagai berikut :
1.      Walau tahapan-tahapan itu bisa dicapai dalam usia bervariasi tetapi urutannya selalu sama. Tidak ada tahapan yang diloncati dan tidak ada urutan yang mundur.
2.      Universal (tidak terkait budaya).
3.      Bias digeneralisasi, representasi dan logika dari operasi yang ada dalam diri seseorang berlaku juga pada semua konsep dan isi pengetahuan.
4.      Tahapan-tahapan tersebut berupa keseluruhan yang terorganisasi secara logis.
5.      Urutan-urutan bersifat hirarkis yaitu setiap tahapan mencakup elemen-elemen dari tahapan sebelumnya.
6.      Tahapan merepresentasikan perbedaan secara kualitatif dalam modal berpikir bukan hanya perbedaan kuantitatif.
3.  Implementasi Teori Piaget dalam Pembelajaran
Jean Piaget yang dikenal dengan teori perkembangan intelektual yang menyeluruh, yang mencerminkan adanya kekuatan antara fungsi biologis dan psikologis dimana inteligensi terdapat pada diri seseorang itu sendiri sebagai adaptasi biologi dengan lingkungannya.
Theory Jean Piaget membahas munculnya dan diperolehnya skema-skema tentang bagaimana seseorang mempersepsikan lingkungannya. Teori ini digolongkan ke
dalam konstruktivisme, yang berpendapat bahwa kita membangun kognitif melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya terhadap lingkungan di mana seseorang tinggal atau berada.
Jean Pieget yang mengembangkan teori pertumbuhan kognisi menyatakan jika seorang anak dapat menggolongkan sekumpulan benda-benda dengan cara yang berlainan sebelum anak itu dapat menggolongkan benda-benda tersebut, maka perkembangan kognisi dapat diterangkan telah terjadi sebelum dia dapat berbahasa. Menurut teori pertumbuhan kognisi, seorang anak-anak mempelajari segala sesuatu tentang dunia melalui tindakan-tindakan dari perilakunya dan kemudian baru melalui bahasa. Bahasa hanyalah satu alat yang memberikan kepada anak-anak itu satu kemampuan untuk beranjak lebih jauh dari waktu dan tempat tertentu. Jelas gambaran benda-benda dalam otak seorang anak tidak memerlukan bahasa.
Pieget berpendapat bahwa pemerolehan bahasa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perkembangan kognitif secara keseluruhan, dan bagi pieget bahasa merupakan hasil dari perkembangan intelek secara keseluruhan dan sebagai lanjutan pola-pola perilaku yang sederhana. Perkembangan kosa-kata yang sangat pesat dialami oleh anak ketika berumur antara satu setengah sampai dua tahun, dijelaskan oleh pieget sebagai hasil dari peralihan intelek kepada representasi akal (mental). Piaget juga menyatakan bahwa belajar yang sebenarnya adalah belajar yang tumbuh dari hasil berfikir siswa, dan kemampuannya menata informasi-informasi yang berserakan dalam suatu lingkungan, atau tempat lainnya. Dari hal tersebut, berarti fungsi kognitif mendahului pertumbuhan bahasa, dan bahasa itu sendiri tidak melahirkan aktifitas berfikir. Bahkan bahasa, menurut pandangannya tidak bisa digunakan secara sempurna sebelum ia menyatu dengan aktifitas berfikir. Dengan kata lain, Piaget menjadikan aspek bahasa itu tunduk terhadap aspek kognitif.
Teori-teori ini juga menegaskan pentingnya kontribusi positif dari siswa karena siswalah yang menguasai aktifitas belajar. Siswa pula yang menentukannya dengan kemampuan akal yang dimilikinya. Artinya lingkungan belajar bukanlah sumber utama dalam mempengaruhi atau menentukan hasil belajar. Tetapi akallah yang memilih diantara panca indera dan stimulus-stimulus yang masuk sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pembelajar. Siswa sendirilah yang yang mengatur indera-indera itu, dan menghubungkannya dengan pengalaman belajar masa lampau, lalu, menentukan jenis respons sesuai dengan hal itu, dan sesuai pula dengan kondisi lingkungan.
Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman, perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati. Asumsi dasar teori ini adalah setiap orang telah mempunyai pengalaman dan pengetahuan dalam dirinya. Pengalaman dan pengetahuan ini tertata dalam bentuk struktur kognitif. Proses belajar akan berjalan baik bila materi pelajaran yang baru beradaptasi secara klop dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa. Prinsip kognitif banyak dipakai di dunia pendidikan, khususnya terlihat pada perancangan suatu sistem instruksional, prinsip-prinsip tersebut antara lain:
1.      Seseorang yang belajar akan lebih mampu mengingat dan memahami sesuatu apabila pelajaran tersebut disusun berdasarkan pola dan logika tertentu.
2.      Penyusunan materi pelajaran harus dari sederhana ke kompleks.
3.      Belajar dengan memahami akan jauh lebih baik daripada dengan hanya menghafal tanpa pengertian penyajian.
Aplikasi teori belajar kognitif dalam pembelajaran, guru harus memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya, anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar belajar menggunakan benda-benda konkret, keaktifan siswa sangat dipentingkan, guru menyusun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana ke kompleks, guru menciptakan pembelajaran yang bermakna, memperhatikan perbedaan individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa. [7]
v  Kritik terhadap Teori Piaget
1.      Pada sebuah studi klasik, McGarrigle dan Donalson (1974) menyatakan bahwa anak sudah mampu memahami konservasi (conservation) dalam usia yang lebih muda daripada usia yang diyakini oleh Piaget.
2.      Studi lain yang mengkritik teori Piaget yaitu bahwa anak-anak baru mencapai pemahaman tentang objek permanence pada usia di atas 6 bulan. Balillargeon dan De Vos (1991) ; 104 anak diamati sampai mereka berusia 18 tahun, dan diuji dengan berbagai tugas operasional formal berdasarkan tugas-tugas yang dipakai Piaget, termasuk pengujian hipotesa. Mayoritas anak-anak itu memang belum mencapai tahap operasional formal. Hal ini sesuai dengan studi-studi McGarrigle dan Donaldson serta Baillargeon dan DeVos, yang menyatakan bahwa Piaget terlalu meremehkan kemampuan anak-anak kecil dan terlalu menilai tinggi kemampuan anak-anak yang lebih tua.
3.      Dan belum lama ini, Bradmetz (1999) menguji pernyataan Piaget bahwa mayoritas anak mencapai formal pada akhir masa kanak-kanak.[8]
D.      Simpulan
Jean Pieget yang mengembangkan teori pertumbuhan kognisi menyatakan jika seorang kanak-kanak dapat menggolong-golongkan sekumpulan benda-benda dengan cara-cara yang berlainan sebelum kanak-kanak itu dapat menggolongkan benda-benda tersebut, maka perkembangan kognisi dapat diterangkan telah terjadi sebelum dia dapat berbahasa.
Ø Tahapan-tahapan perkembangan teori kognitif sebagai berikut:
1.      Periode Sensori Motorik (Usia 0-2 Tahun).
2.      Tahapan Praoprasional (Usia 2-7 Tahun).
3.      Tahapan Oprasional Kongkrit (Usia 8-11 Tahun).
4.      Tahapan Operasional Formal (Usia 11 Sampai Dewasa).
E.       Daftar Pustaka
v  Samsuniwiyati Mar’at,  Psikolingusitik Suatu Pengantar. Bandung : Refika Aditama, 2005.
v  Singgih . D. Gunarsa. Dasar dan teori perkembangan anak. Pt bpk gunung mulia. Jakarta. 2003.
v  Soenjono Dardjowidjojo, Psikolinguistik, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008.
v  Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan (Landasan Kerja Pimpinan Pendidikan), Jakarta : Rineka Cipta,  1983.





[1] Singgih . D. Gunarsa. Dasar dan teori perkembangan anak. Pt bpk gunung mulia. Jakarta. 2003 hal .136.
[2] Ibid hal 143-146.
[3] Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan (Landasan Kerja Pimpinan Pendidikan), Jakarta : Rineka Cipta,  1983, hal. 123-126.
[4] Samsuniwiyati Mar’at,  Psikolingusitik Suatu Pengantar. Bandung : Refika Aditama, 2005, hal. 59.
[5] Soenjono Dardjowidjojo, Psikolinguistik, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008, hal. 67-73.

[6] Op.Cit. hal 163-164.