TEORI KOGNITIF J. PIAGET
A. Latar Belakang
Tuhan telah menciptakan bumi ini dengan penuh kesempurnaan, dilengkapi dengan isinya yang disebut
Makhluk, yaitu berupa benda mati maupun benda hidup (hewan, tumbuh-tumbuhan dan
manusia). Manusia adalah makhluk Tuhan paling unik dan sempurna jika
dibandingkan dengan mahluk yang lain, karena manusia dilengkapi dengan kerangka
tubuh yang sangat indah serta
mempunyai panca indra
dan akal. Ada tiga unsur pokok
pada diri manusia yaitu Afektif, Psikomotorik dan Kognitif. Maka dengan ketiga
unsur tersebut manusia bisa tumbuh dan berkembang, mulai sejak dalam janin
hingga lahir kedunia. Kelahiran manusia di dunia ini secara umum mengalami masa
perkembangan antara lain; masa kanak-kanak, remaja dan masa dewasa/tua.
Perkembangan ini harus diimbangi dengan memperhatikan pertumbuhan/perkembangan
secara kognitif yang sempurna. Begitu penting masalah perkembangan kognitif, maka banyak beberapa ilmuan
yang selalu memperhatikan dan mampu menelorkan ilmunya, diantara salah satu
ilmuan besar yang sangat proaktif dalam masalah perkembangan Kognitif adalah
Jean Piaget.
Kognitif adalah proses yang terjadi secara internal di dalam pusat susunan
saraf pada waktu manusia sedang berfikir. Istilah kognitif
mulai banyak dikemukakan ketika teori J. Piaget banyak ditulis dan dibicarakan,
yakni sekitar permulaan tahun 60-an. Pengertian kognisi sendiri meliputi
aspek-aspek struktur intelek yang dipergunakan untuk mengetahui sesuatu. Piaget
mengemukakan bahwsanya perkembangan kognitif
bukan hanya hasil kematangan organisme,
atau pengaruh lingkungan saja,
melainkan interaksi antara keduanya. Dalam pandangannya organism aktif
mengadakan hubungan dengan lingkungan.
Perbuatan atau penyesuain diri terhadap obyek-obyek yang ada di lingkungannya,
yang merupakan bagian dari proses
interaksi yang dinamis. Sebagai fungsi
mental yang berhubungan dengan proses mengetahui, proses kognitif meliputi
aspek-aspek persepsi, ingatan, pikiran, simbol, penalaran, dan pemecahan
persoalan. Dalam
psikolinguistik, kognitif bahasa adalah salah satu bagian objek kajian
materialnya, karena bahasa merupakan perwujudan fungsi-fungsi kognitif.[1]
B. Rumusan Masalah
Dari adanya latar belakang di atas, maka
penulis mengambil kesimpulan bahwa rumusan masalah yang akan dibahas antara
lain :
1. Bagaimana Konsep dasar perkembangan teori dari
J. Piaget ?.
2. Bagaimana Tahapan-tahapan perkembangan
kognitif menurut J. Piaget ?.
3. Bagaimana Implementasi Teori J. Piaget dalam
pembelajaran ?.
C. Pembahasan
1.
Konsep dasar teori J. Piaget
Sebagai seorang yang memperoleh
pendidikan dasar dalam bidang pengetahuan eksekta, yakni biologi, piaget banyak
terpengaruh oleh bidang yang digelutinya, ia tertarik pada perbuatan-perubahan
kualitatif dari perkembangan mental sejak lahir sampai dewasa.
Tahapan pekembangan yang dicapai
seoarang anak relative tidak sama, tetapi urutannya selalu tetap. Adanya
perbedaan dalam waktu seorang anak mencapai suatu tahap perkembangan tertentu,
sebab piaget tidak terlalu memperhatikan penahapan atas umur, inilah sebabnya
uraianya mengenai umur terkesan kurang ajeg. Adanya perubahan-perubahan kualitatif
ini disebabkan oleh faktor-faktor biologis.
Piaget melihat adanya sistem yang
mengatur dari sudut biologi, sehingga organism mempunyai sistem
pencernaan, peredaran darah, pernapasan, dan lain-lain. Hal ini juga terjadi
pada sistem
kognisi, sistem yang mengatur di dalam yang kemudian dipengaruhi oleh faktor-faktor
lingkungan. Sistem mengatur yang menetap terdapat sepanjang perkembangan
seseorang.
v Perkembangan
kognitif dengan demikian mempunyai 4 aspek, yakni :
1)
Kematangan.
Kematangan
ini merupakan perkembangan dari susunan saraf. Misalnya: kemampuan melihat atau
mendengan disebabkan oleh kematangan yang sudah dicapai oleh susunan syaraf
yang bersangkutan.
2)
Pengalaman.
Yaitu
hubungan timbal balik antara organisme dengan
lingkungannya, dengan dunianya.
3) Transmisi sosial.
Yakni pengaruh-pengaruh yang diperoleh dalam hubunganya
dengan lingkungan sosial, misalnya cara pengasuh dan pendidikan dari orang lain
yang diberikan kepada anak.
4) Ekuilibrasi.
Yaitu adanya kemampuan yang mengatur dalam diri anak agar
ia selalu mampu mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap
lingkungannya.
Ø Sistem yang mengatur dikemukakan oleh Piaget
ada 2 faktor yakni :
1. Skema.
Pada setiap tingkah laku yang diperlihatkan ada pola
teratur yang melatarbelakangi tingkah laku tersebut. Ketika dilahirkan seorang
bayi mempunyai banyak skema. Skema-skema ini tersusun menjadi skema yang majemukan
dan lebih tinggi tingkatanya. Contoh seorang anak akan mengepalkan telapak
tangan jika pada telapak tangannya diletakkan sebuah benda. Pada saat itu anak
melihat benda yang ada di telepak tangannya. Di sini ada 2 skema yakni skema
untuk mengepal tangan dan skema untuk melihat.
2. Adaptasi.
Kognisi mempunyai fungsi adaptif, yakni fungsi
penyesuaian terhadap lingkungannya, yang bersangkutan dengan tujuan dan
perjuangan hidup. Karena bersangkutan dengan perjuangan hidup, maka mudah
dimengerti bahwa dalam adaptasi dibutuhkan fungsi-fungsi kognitif agar bisa
berlangsung dengan sebaik-baiknya. Adaptasi dibagi dalam 2 proses yang saling
mengisi antara lain :
a. Asimilasi.
Piaget mengemukakan. Asimilasi adalah integrasi antara
elemen-elemen dari luar terhadap struktur yang sudah lengkap pada organisme.
Asimilasi kognitif terjadi melalui peristiwa yang sama. Contoh : sebuah boneka
diletakkan di depan seorang bayi, maka bayi tersebut akan coba mengartikan
boneka tersebut dengan skema-skema yang sudah dimilikinya, yakni meraih boneka,
memegangnya, melihatnya dan mungkin menggoyang-goyangnya. Bayi mengasimilasikan
boneka tersebut. Peristiwa ini terjadi melalui aksi-aksi yang dilakukan bayi. Bagi piaget, aksi-aksi ini menjadi landasan dari kemampuan
mengasimilasikan atau mengetahui benda-benda di luar dirinya.
b. Akomodasi
Jika pada asimilasi terjadi perubahan pada objek, maka
pada akomodasi, terjadi perubahan pada subjeknya agar ia dapat menyesuaikan
terhadap objek yang ada di luar dirinya. Struktur kognitif yang sudah ada dalam diri seseorang mengalami
perubahan supaya sesuai dengan rangsangan-rangsangan dari objeknya.
Asimilasi dan akomodasi terjadi
secara bersama-sama dan saling mengisi, setiap kali anak menyesuaikan diri
dengan lingkungannya. Kegiatan
mengasimilasikan dan mengakomodasikan
juga berbeda-beda tingkatan perkembangannya. Semakin berkembang kearah
kematangan, semakin lebih banyak akomodasi terjadi. Asimilasi terjadi
ketika individu menggabungkan informasi baru ke dalam pengetahuan mereka yang
sudah ada. Sedangkan akomodasi adalah terjadi ketika individu menyesuaikan diri
dengan informasi baru. Misalnya: Seorang anak 7 tahun dihadapkan dengan palu
dan paku untuk memasang gambar di dinding. Ia mengetahui dari pengamatan bahwa
palu adalah obyek yang harus dipegang dan diayunkan untuk memukul paku. Dengan
mengenal kedua benda ini, ia menyesuaikan pemikirannya dengan pemikiran yang
sudah ada (asimilasi). Akan tetapi karena palu terlalu berat dan ia
mengayunkannya dengan keras maka paku tersebut bengkok, sehingga ia kemudian
mengatur tekanan pukulannya. Penyesuaian kemampuan untuk sedikit mengubah
konsep disebut akomodasi.
Piaget mengemukakan bahwa setiap
organism yang mau mengadakan penyesuaian (adaptasi) dengan lingkungannya, harus
mencapai keseimbangan (ekuilibrium) yakni antara aktivitas organism terhadap
lingkungan dan antara lingkungan terhadap organism. Agar terjadi ekuilibrasi
antara dirinya dengan lingkungan, maka peristiwa-peristiwa asimilasi dan
akomodasi harus terjadi secara terpadu, bersama-sama,dan komplementer. Ekuilibrasi
terjadi dalam perkembangan dan mempunyai dasar biologis untuk menyesuaikan
diri, serta menjadi dasar bagi perkembangan kognitif. Dalam keadaan sebenarnya
ekuilibrasi ini praktis tidak pernah tercapai dan perkembangan kognitif juga
tidak akan berhenti.
Peristiwa asimilasi
akan terus berlangsung, dari yang satu kepada yang lain, oleh piaget ini
disebut dengan asimilasi fungsional. Bilamana suatu struktur
kognitif telah terbentuk dengan dasar asimilasi hal ini akan diteruskan dengan
asimilasi
lain yang berfungsi dengan sendirinya. Pada diri anak tejadi
peristiwa-peristiwa mengasimilasikan, mengakomodasikan, mencapai keseimbangan
untuk sementara waktu, karena terjadi asimilasi yang fungsional, demikian
perkembangan kognitif berlangsung terus untuk mencapai tingkatan-tingkatan yang
lebih tinggi.
Menurut piaget perkembangan kognitif
dengan konsep ini terjadi pada semua tahapan
perkembangan kognitif. Berdasarkan keterangan ini dapat dilihat adanya hukum-hukum
yang berlaku umum dalam perkembangan yang dapat diterapkan dalam perkembangan
kognitif pada semua tahap perkembangan.[2]
2.
Tahap-tahap perkembangan oleh J Piaget
Jean Piaget membagi skema yang digunakan anak untuk
memahami dunia melalui empat periode utama yang berkorelasi dengan bertambahnya
usia manusia. Adapun tahapan-tahapan perkembangan kognitif sebagai berikut :
a.
Periode Sensori Motorik (Usia 0-2 Tahun).
Menurut Jean Piaget bayi lahir dengan sejumlah refleks
bawaan selain juga dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya
dibentuk melalui deferensiasi refleks bawaan tersebut seperti menggenggam atau
mengisap. Tahapan ini menandai perkembangan dan pemahaman spatial, terbagi dalam enam periode :
1)
Refleks (umur 0-1 bulan). Pada
periode ini, tingkah laku bayi kebanyak bersifat refleks, spontan, tidak
disengaja, dan tidak terbedakan. Tindakan seorang bayi didasarkan pada adanya
rangsangan dari luar yang ditanggapi secara refleks.
2)
Kebiasaan (umur 1-4 bulan). Pada
periode ini seorang bayi
mulai membedakan benda-benda di dekatnya. Ia mulai mengadakan
diferensiasi akan macam-macam benda yang dipegangnya. Pada periode ini pula,
koordinasi tindakan bayi mulai berkembang dengan penggunaan mata dan telinga.
Bayi mulai mengikuti benda yang bergerak dengan matanya. Ia juga mulai
menggerakkan kepala ke sumber
suara yang ia dengar. Suara dan penglihatan bekerja
bersama.
3)
Reproduksi Kejadian yang menarik (umur 4-8 bulan). Pada
periode ini, seorang bayi mulai menjamah dan memanipulasi objek apapun yang ada
di sekitarnya. Tingkah laku bayi semakin berorientasi pada objek dan kejadian di
luar tubuhnya sendiri. Seorang bayi
juga menciptakan kembali kejadian-kejadian yang menarik baginya.
4)
Koordinasi Skemata (umur 8–12 bulan). Pada
periode ini, seorang bayi mulai membedakan antara sarana dan hasil tindakannya.
Ia sudah mulai menggunakan sarana untuk mencapai suatu hasil. Seorang
bayi mulai membentuk konsep tentang tetapnya (permanensi) suatu benda. Dari
kenyataan bahwa dari seorang bayi dapat mencari benda yang tersembunyi, tampak
bahwa ini mulai mempunyai konsep tentang
ruang.
5)
Eksperimen (umur 12 – 18
bulan). Unsur pokok pada perode ini adalah mulainya anak
memperkembangkan cara-cara baru untuk mencapai tujuan dengan cara mencoba-coba
(eksperimen) bila dihadapkan pada suatu persoalan yang tidak dipecahkan dengan
skema yang ada, anak akan mulai mecoba-coba dengan Trial and Error
untuk menemukan cara yang baru guna memecahkan persoalan tersebut atau dengan
kata lain ia mencoba mengembangkan skema yang baru. Pada periode ini, anak
lebih mengamati benda-benda disekitarnya dan mengamati bagaimana benda-benda di
sekitarnya bertingkah laku dalam situasi yang baru. Menurut Piaget, tingkah
anak ini menjadi intelegensi sewaktu ia menemukan kemampuan untuk memecahkan
persoalan yang baru. Pada periode ini pula, konsep anak akan benda mulai maju
dan lengkap. Tentang keruangan anak mulai mempertimbangkan organisasi
perpindahan benda-benda secara menyeluruh bila benda-benda itu dapat
dilihat secara serentak.
6)
Periode Refresentasi (umur
18 – 24 bulan). Periode ini seorang anak sudah mulai dapat menemukan
cara-cara baru yang tidak hanya berdasarkan rabaan fisis dan eksternal, tetap
juga dengan koordinasi internal dalam gambarannya. Secara mental, seorang anak
mulai dapat menggambarkan suatu benda dan kejadian, dan dapat menyelesaikan
suatu persoalan dengan gambaran tersebut. Konsep benda pada tahap ini sudah
maju, refresentasi ini membiarkan anak untuk mencari dan menemukan objek-objek
yang tersembunyi. Sedangkan konsep keruangan, anak mulai sadar akan gerakan
suatu benda sehingga dapat mencarinya secara masuk akal bila benda itu tidak
kelihatan lagi.[3]
b.
Tahapan Praoprasional (Usia 2-7 Tahun).
Pemikiran
praoperasi dalam teori piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental
terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah oprasi mental yang jarang dan
secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini anak belajar menggunakan dan mempersentasikan
objek dengan gambaran dan kata-kata pemikirannya masih bersifat egosentris, anak
kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain dan anak masih
menggunakan penalaran intruktif bukan logis. Anak dapat mengaitkan
pengalaman yang ada di lingkungan bermainnya dengan pengalaman pribadinya, dan
karenanya ia menjadi egois. Anak tidak rela bila barang miliknya dipegang oleh
orang lain. Tahap
pra operasional ini dapat dibedakan atas dua bagian. Pertama, tahap pra
konseptual (2-4 tahun), dimana representasi suatu objek dinyatakan dengan
bahasa, gambar dan permainan khayalan. Kedua, tahap intuitif (4-7 tahun).
Pada tahap ini representasi suatu objek didasarkan pada persepsi pengalaman
sendiri, tidak kepada penalaran. [4]
c.
Tahapan Oprasional Kongkrit (Usia 7-11 Tahun).
Ciri dari tahapan ini
berupa penggunan logika yang yang memadai. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah :
1)
Pengurutan; kemampuan untuk mengurutkan objek menurut ukuran bentuk atau
ciri lainnya, contohnya bila di beri benda, mereka dapat mengurutkannya dari
benda yang paling besar ke benda yang paling kecil.
2)
Klasifikasi; kemampuan untuk memberi nama dan mengedentifikasikan
serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya atau karakteristik lain
termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya
kedalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika
berujpa animesme dan anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan.
3)
Decentering ; anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu
permasalahan untuk bias memecahkannya.
4)
Reversilibity ; anak mulai memahami bahwa jumlah atau bendsa-benda dapat
diubah, kemudian kembali keadaan awal. Untuk itu seorang anak dapat dengan cepat menentukan
bahwa 4 + 4 = 8. 8 – 4 = 4 jumlah sebelumnya.
5)
Konservasi ; memahami bahwa kuantitas, panjang atau jumlah benda-benda
adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek/benda-benda tersebut.
6)
Penghilangan sifat egosentris ;kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut
pandang orang lain (bahkan saaat orang tersebut berpikair dengan cara yang
salah.
d.
Tahapan Operasional Formal (Usia 11 Sampai Dewasa).
Tahapan ini mulai
dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut
sampai dewasa. Karakteristik dalam tahapan ini adalah diperolehnya kemampuan
untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan
dari informasi yang tersedia. Seseorang anak sudah dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis dan nilai. [5]
Ø Perkembangan
kognitif piaget, secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut :
Tahap
|
Masa
|
Umur
|
Kekhususan
|
I.
|
Sensori-motor
|
0-2,0
th.
|
Perkembangan
skema melalui reflex-refleks untuk mengetahui dinianya. Mencapai kemampuan
dalam mempersepsikan ketetapan dalam objek.
|
II.
|
Pra-operasional
|
2-7
th
|
Penggunaan
symbol dan penyusunan tanggapan internal, misalnya dalam permainan,
berbahasa, dan peniruan.
|
III.
|
Konkrit-operasional
|
7-11
th
|
Mencapai
kemampuan untuk berfikir secara sistematik terhadap hal-hal atau objek-objek
yang konkrit. Mencapai kemampuan mengkonservasikan.
|
IV.
|
Formal-operasional
|
11-
dewasa
|
Mencapai
kemampuan untuk berfikir secara sistematik terhadap hal-hal atau objek-objek
yang abstrak dan hipotesis.[6]
|
v
Keempat tahapan di
atas memiliki ciri sebagai berikut :
1.
Walau tahapan-tahapan itu bisa dicapai dalam usia bervariasi tetapi urutannya selalu sama. Tidak ada
tahapan yang diloncati dan tidak ada urutan yang mundur.
2.
Universal (tidak terkait budaya).
3.
Bias digeneralisasi, representasi dan logika dari operasi yang ada dalam
diri seseorang berlaku juga pada semua konsep dan isi pengetahuan.
4.
Tahapan-tahapan tersebut berupa keseluruhan yang terorganisasi secara logis.
5.
Urutan-urutan bersifat hirarkis
yaitu setiap tahapan
mencakup elemen-elemen dari tahapan sebelumnya.
6.
Tahapan merepresentasikan perbedaan secara kualitatif dalam modal berpikir
bukan hanya perbedaan kuantitatif.
3. Implementasi Teori Piaget dalam Pembelajaran
Jean Piaget yang dikenal dengan teori perkembangan intelektual yang
menyeluruh, yang mencerminkan adanya kekuatan antara fungsi biologis dan
psikologis dimana inteligensi terdapat pada diri seseorang itu sendiri sebagai
adaptasi biologi dengan lingkungannya.
Theory Jean Piaget membahas munculnya dan diperolehnya skema-skema tentang bagaimana seseorang mempersepsikan lingkungannya. Teori ini digolongkan ke dalam konstruktivisme, yang berpendapat bahwa kita membangun kognitif melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya terhadap lingkungan di mana seseorang tinggal atau berada.
Theory Jean Piaget membahas munculnya dan diperolehnya skema-skema tentang bagaimana seseorang mempersepsikan lingkungannya. Teori ini digolongkan ke dalam konstruktivisme, yang berpendapat bahwa kita membangun kognitif melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya terhadap lingkungan di mana seseorang tinggal atau berada.
Jean Pieget yang mengembangkan teori pertumbuhan kognisi menyatakan jika seorang anak dapat menggolongkan sekumpulan benda-benda
dengan cara yang berlainan sebelum anak itu dapat menggolongkan benda-benda tersebut, maka perkembangan kognisi
dapat diterangkan telah terjadi sebelum dia dapat berbahasa. Menurut teori
pertumbuhan kognisi, seorang anak-anak mempelajari segala sesuatu tentang dunia melalui
tindakan-tindakan dari perilakunya dan kemudian baru melalui bahasa. Bahasa
hanyalah satu alat yang memberikan kepada anak-anak itu satu kemampuan untuk
beranjak lebih jauh dari waktu dan tempat tertentu. Jelas gambaran benda-benda
dalam otak seorang anak tidak memerlukan bahasa.
Pieget berpendapat bahwa
pemerolehan bahasa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perkembangan
kognitif secara keseluruhan, dan bagi pieget bahasa merupakan hasil dari
perkembangan intelek secara keseluruhan dan sebagai lanjutan pola-pola perilaku
yang sederhana. Perkembangan kosa-kata yang sangat pesat dialami oleh anak ketika berumur antara
satu setengah sampai dua tahun, dijelaskan oleh pieget sebagai hasil dari
peralihan intelek kepada representasi akal (mental). Piaget juga menyatakan
bahwa belajar yang sebenarnya adalah belajar yang tumbuh dari hasil berfikir
siswa, dan kemampuannya menata informasi-informasi yang berserakan dalam suatu
lingkungan, atau tempat lainnya. Dari
hal tersebut, berarti fungsi kognitif
mendahului pertumbuhan bahasa, dan bahasa itu sendiri tidak melahirkan
aktifitas berfikir. Bahkan bahasa, menurut pandangannya tidak bisa digunakan
secara sempurna sebelum ia menyatu dengan aktifitas berfikir. Dengan kata lain, Piaget menjadikan aspek
bahasa itu tunduk terhadap aspek kognitif.
Teori-teori ini juga menegaskan pentingnya kontribusi
positif dari siswa karena siswalah yang menguasai aktifitas belajar. Siswa pula
yang menentukannya dengan kemampuan akal yang dimilikinya. Artinya lingkungan
belajar bukanlah sumber utama dalam mempengaruhi atau menentukan hasil belajar.
Tetapi akallah yang memilih diantara panca indera dan stimulus-stimulus yang
masuk sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pembelajar. Siswa sendirilah yang yang
mengatur indera-indera itu, dan menghubungkannya dengan pengalaman belajar masa
lampau, lalu, menentukan jenis respons sesuai dengan hal itu, dan sesuai pula
dengan kondisi lingkungan.
Belajar adalah perubahan
persepsi dan pemahaman, perubahan persepsi dan
pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati.
Asumsi dasar teori ini adalah setiap orang telah mempunyai pengalaman dan
pengetahuan dalam dirinya. Pengalaman dan pengetahuan ini tertata dalam bentuk
struktur kognitif. Proses belajar akan berjalan baik bila materi pelajaran yang baru
beradaptasi secara klop dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh
siswa. Prinsip kognitif banyak dipakai di dunia pendidikan, khususnya terlihat
pada perancangan suatu sistem instruksional, prinsip-prinsip tersebut antara
lain:
1.
Seseorang yang belajar akan lebih mampu mengingat dan memahami sesuatu
apabila pelajaran tersebut disusun berdasarkan pola dan logika tertentu.
2.
Penyusunan materi pelajaran harus dari sederhana ke kompleks.
3.
Belajar dengan memahami akan jauh lebih baik daripada dengan hanya menghafal
tanpa pengertian penyajian.
Aplikasi teori belajar kognitif dalam pembelajaran,
guru harus memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam
proses berpikirnya, anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar belajar
menggunakan benda-benda konkret, keaktifan siswa sangat dipentingkan, guru
menyusun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana ke
kompleks, guru menciptakan pembelajaran yang bermakna, memperhatikan perbedaan individual
siswa untuk mencapai keberhasilan siswa. [7]
v Kritik terhadap Teori
Piaget
1.
Pada sebuah studi klasik, McGarrigle dan Donalson (1974) menyatakan bahwa anak sudah mampu
memahami konservasi (conservation) dalam usia yang lebih muda daripada usia yang
diyakini oleh Piaget.
2.
Studi lain yang mengkritik teori Piaget yaitu bahwa anak-anak baru mencapai
pemahaman tentang objek permanence pada usia di atas 6 bulan. Balillargeon dan
De Vos (1991) ; 104 anak diamati sampai mereka berusia 18 tahun, dan diuji
dengan berbagai tugas operasional formal berdasarkan tugas-tugas yang dipakai
Piaget, termasuk pengujian hipotesa. Mayoritas anak-anak itu memang belum
mencapai tahap operasional formal. Hal ini sesuai dengan studi-studi McGarrigle
dan Donaldson serta Baillargeon dan DeVos, yang menyatakan bahwa Piaget terlalu
meremehkan kemampuan anak-anak kecil dan terlalu menilai tinggi kemampuan
anak-anak yang lebih tua.
3.
Dan belum lama ini, Bradmetz (1999) menguji pernyataan Piaget bahwa
mayoritas anak mencapai formal pada akhir masa kanak-kanak.[8]
D.
Simpulan
Jean Pieget yang mengembangkan teori pertumbuhan
kognisi menyatakan jika seorang kanak-kanak dapat menggolong-golongkan
sekumpulan benda-benda dengan cara-cara yang berlainan sebelum kanak-kanak itu
dapat menggolongkan benda-benda tersebut, maka perkembangan kognisi dapat
diterangkan telah terjadi sebelum dia dapat berbahasa.
Ø Tahapan-tahapan
perkembangan teori kognitif sebagai berikut:
1.
Periode Sensori Motorik (Usia 0-2 Tahun).
2.
Tahapan Praoprasional (Usia 2-7 Tahun).
3.
Tahapan Oprasional Kongkrit (Usia 8-11 Tahun).
4.
Tahapan Operasional Formal (Usia 11 Sampai Dewasa).
E.
Daftar Pustaka
v
http://MaqaLah/PsikolinguisTik/Teori%20Perkembangan%20Kognitif%20Jean%20Piaget%20dan%20Implementasinya%20dalam%20Pendidikan. Didownload
pada tanggal 21/11/2010.
v Samsuniwiyati Mar’at, Psikolingusitik Suatu
Pengantar. Bandung : Refika Aditama, 2005.
v Singgih . D.
Gunarsa. Dasar dan teori perkembangan anak. Pt bpk gunung mulia. Jakarta. 2003.
v Soenjono Dardjowidjojo, Psikolinguistik, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2008.
v Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan (Landasan
Kerja Pimpinan Pendidikan), Jakarta : Rineka Cipta, 1983.
[1]
Singgih . D. Gunarsa. Dasar dan teori perkembangan anak. Pt bpk gunung mulia.
Jakarta. 2003 hal .136.
[3] Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan (Landasan Kerja Pimpinan Pendidikan),
Jakarta : Rineka Cipta, 1983, hal.
123-126.
[8]http://MaqaLah/PsikolinguisTik/Teori%20Perkembangan%20Kognitif%20Jean%20Piaget%20dan%20Implementasinya%20dalam%20Pendidikan. Didownload pada tanggal 21/11/2010.